Sejarah Kabupaten Sidoarjo
Pada
tahun 1019 - 1042 Kerajaan Jawa Timur diperintah oleh seorang Putera dari
hasil perkawinan antara Puteri Mahandradata dengan Udayana (seorang Pangeran
Bali) yang bernama Airlangga, pada waktu pemerintahan Airlangga, keadaan
negara tentram, keamanan terjamin, dan negara mengalami kemajuan yang pesat.
Karena raja Airlangga mempunyai 2 orang putera, maka pada akhir masa
pemerintahannya ia memandang perlu membagi kerajaan menjadi dua bagian untuk
diserahkan kepada kedua putranya, agar dikemudian hari tidak terjadi
perebutan tahta. Pembagian itu terjadi pada tahun 1042, yaitu menjadi
kerajaan Daha (Kediri) dan Kerajaan Jenggala. Kerajaan Jenggala yang berdiri
pada tahun 1024 terletak di daerah delta Brantas, yaitu meliputi pesisir
utara seluruhnya, dengan demikian menguasai bandar-bandar dan muara sungai
besar, sedangkan ibukotanya berada di sekitar Kecamatan Gedangan sekarang.
Lain halnya dengan Kerajaan Kediri, tidak memiliki bandar sebuahpun sehingga
walaupun hasil pertanian di Kediri sangat besar dan upeti mengalir dengan
sangat besar, semuanya semua itu tidak dapat diperdagangkan karena kerajaan
kediri tertutup dari laut sebagai jalan perdagangan pada waktu itu. Maka
timbullah perebutan bandar antara kerajaan Kediri dan kerajaan Jenggala, yang
kemudian menimbulkan peperangan besar antara kedua kerajaan tersebut, dimana
keduanya menuntut kekuasaan atas kerajaan Airlangga.Perang tersebut berakhir
dengan kekalahan kerajaan Jenggala, pada tahun 1045(menurut sumber lain
Kerajaan Jenggala pada tahun 1060 masih ada)
|
Semula,
tepatnya pada tahun 1851 daerah Sidoarjo bernama Sidokare, bagian dari
kabupaten Surabaya. Daerah Sidokare dipimpin oleh seorang patih bernama R.
Ng. Djojohardjo, bertempat tinggal di kampung Pucang Anom yang dibatu oleh
seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan. Pada
tahun 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859
tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi
menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare.Dengan
demikian Kabupaten Sidokare tidak lagi menjadi daerah bagian dari Kabupaten
Surabaya dan sejak itu mulai diangkat seorang Bupati utuk memimpin Kabupaten
Sidokare yaitu R. Notopuro (R.T.P Tjokronegoro) berasal dari Kasepuhan,
putera R.A.P Tjokronegoro Bupati Surabaya, dan bertempat tinggal di kampung
Pandean (sebelah selatan Pasar Lama sekarang), beliau medirikan masjid di
Pekauman (Masjid Abror sekarang),sedang alun-alunya pada waktu itu adalah
Pasar Lama. Dalam tahun 1859 itu juga, dengan berdasarkan Surat Keputusan
Pemerintah Hindia Belanda No. 10/1859 tanggal 28 Mei 1859 Staatsblad. 1859
nama Kabupaten Sidokare diganti dengan Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian
dapatlah dikatakan bahwa secara resmi terbentuknya Daerah Kabupaten Sidoarjo
adalah tangal 28 Mei 1859 dan sebagai Bupati I adalah R.Notopuro (R.T.P
Tjokronegoro) Semula rumah Kabupaten di daerah kampung Pandean, kemudian
karena suatu hal maka Bupati Tjokronegoro I dipindahkan ke Kampung Pucang
(Wates). Disini beliau membangun masjid Jamik yang sekarang ini (Masjid
Agung), tetapi masih dalam bentuk yang sangat sederhana, sedang di sebelah
Baratnya dijadikan Pesarean Pendem (Asri). Pada tahun 1862, beliau wafat
setelah menderita sakit, dan dimakamkan di Pesarean Pendem (Asri). Sebagai
gantinya pada tahun 1863 diangkat kakak alnarhum sebagai Bupati Sidoarjo,
yaitu Bupati R.T.A.A Tjokronegoro II (Kanjeng Djimat Djokomono), pindahan
dari Lamongan. Pada masa pemerintahan Bupati Tjokronegoro II ini pembangunan
- pembangunan mendapat perhatian sangat besar antara lain, meneruskan
pembangunan Masjid Jamik yang masih sangat sederhana, perbaikan terhadap
Pesarean Pendem, disamping itu dibangun pula Kampung Magersari sebelah Barat
Kabupaten, yang kemudian ditempatkan disitu orang-orang Madura. Pada tahun
1883 Bupati Tjokronegoro mendapat pensiun, yang tak lama kemudian pada tahun
sama beliau wafat, dimakamkan di Pesarean Botoputih Surabaya. Sebagai
gantinya diangkat R.P Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya
berjalan 3 bulan karena wafat pada tahun itu juga dan dimakamkan di Pesarean
Pendem. Selanjutnya dalam tahun1883 itu diangkat R.A.A.T. Tjondronegoro I ini
dapatlah dicatat sebagai berikut :
1.
Kawedanan Gedangan
2.
Kawedanan Sidoarjo
3.
Kawedanan Krian
4.
Kawedanan Taman Jenggolo
5.
Kawedanan Porong Jenggolo
6.
Kawedanan Bulang
Nama-nama Kawedanan tersebut ternyata masih memakai nama-nama
pada waktu Kerajaan Jenggal dahulu. Masa Pedudukan Jepang ( 8 Maret 1942 - 15
Agustus 1945 ) Sebagaimana juga daerah-daerah di Indonesia, mulai tanggal 8
Maret 1942 daerah Delta Brantas ada dibawah kekuasaan Pemerintahan Militer
Jepang. Pada waktu pendudukan Jepang itu, yang menjadi Bupati Sidoarjo adalah
tetap Bupati R.A.A. Sujadi. Pemerintahan jepang sangat militeristik sehingga
tidak sedikit para pemimpin dan Pamong Praja yang dianggap merintangi
Pemerintahan Jepang menjadi korban Kempetai. Dimana-mana dibentuk Seinendan
dan Keibondan dan (sebagai pembantu Polisi ), hingga ke desa-desa terpencil.
|
Pemerintahan Republik Indonesia. Sebagaimana tercatat pada
tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu, pada waktu itu adalah
waktu yang sebaik-baiknya bagi Bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari
belenggu penjajahan, dimana-mana di daerah Republik Indonesia dibentuk
bermacam-macam badan atau perkumpulan yang bersifat nasional. Pada waktu itu
yang berkuasa di daerah Delta Brantas ialah Kaigun ( tentara Laut Jepang )
yang dengan rela menyerahkan senjatanya kepada pemuda-pemuda kita.
Badan-badan bersenjata mulai dibentuk dengan nama B.K.R dan P.T.K.R. Diantara
badan-badan bersenjata tersebut yang paling berkuasa didaerah kita pada waktu
itu ialah P.T.K.R. dibawah pimpinan Mayor Sabarudin. Pembunuhan-pembunuhan
dijalankan terhadap mereka yang dicurigai sebagai mata-mata musuh. Karena
tindakannya yang melampui batas maka oleh pihak pimpinan yang tertingggi
dianggap perlu untuk melucuti senjata P.T.K.R. yang ada dibawah pimpinan Sabarudin
tersebut. Akhirnya kekuasaan Sabarudin dkk. dapat dilumpuhkan.
|
Permulaan bulan Maret Belanda mulai aktif dengan
usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah kita. Waktu Belanda menduduki
Gedangan, Pemerintah memandang perlu memindahkan pusat Pemerintahan Kabupaten
Sidoarjo ke Porong. Tetapi masih ada pegawai-pegawai yang ditugaskan untuk
tetap tinggal di kota Sidoarjo sebagai wakil dari Pemerintahan. Kemudian di
Candi di bentuk Markas Gabungan sebagai pertahanan. Pada waktu itu derah
Dungus (Kecamatan Sukodono) menjadi daerah rebutan dengan Belanda. Tanggal 24
Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan
dijalankan dari jurusan Tulangan. Maka pada hari itu juga Daerah Sidoarjo
jatuh ketangan Belanda. Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo dipindahkan lagi ke
daerah Jombang. Dan mulai saat itu Daerah Sidoarjo dibawah pemerintahan
Recomba yang berjalan hingga tahun 1949.
|
Sesudah negara Jawa Timur dibentuk, daerah Brantas masuk
daerah Boneka tersebut. Pada waktu itu Bupati R.I adalah : K. Ng. Soebekti
Poespanoto. R. Soeharto. Tanggal 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan
kembali kepada Pemerintahan Republik Indonesia, maka waktu itu juga Daerah
Delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia.
|
Tidak lama sesudah penyerahan kembali Kedaulatan kepada
Pemerintah Republik Indonesia, berdasarkan Undang-Undang No. 22/1948, R. Soeriadi Kertosoeprojo diangkat menjadi Bupati/Kepala Daerah di Kabupaten Sidoarjo.
Banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo
yang baru. Lebih-lebih karena Daerah Delta Brantas merupakan daerah
penghubung antara kota Surabaya dengan daerah pedalamanan. Seperti kita
ketahui kota Surabaya adalah termasuk kota yang terbesar di Asia Tengara,
sehingga tidak luput dari intaian negara-negara asing yang ingin menyebarkan
ideologinya didaerah Indonesia. Karena itu daerah Sidoarjo juga menghadapi
segala macam infiltrasi, terutama dari pihak yang tidak menyukai adanya
Republik Indonesia.
|
Kekacuauan- kekacuauan mulai timbul lagi di daerah-daerah.
Kekacuauan- kekacuauan itu terutama disebabkan dari usaha-usaha pengikut
Belanda yang tidak mau tunduk dibawah Pemerintahan Republik Indonesia.
Diantara pengacau-pengacau itu ialah pengacau yang dipimpin oleh bekas Lurah
desa Tromposari (Kecamatan Jabon) yaitu Imam Sidjono alias Malik. Didalam
menjalankan kekacauan itu, Malik berusaha supaya lurah-lurah lainnya membantu
dia. Tidak sedikit Pamong Desa dan Lurah lainnya yang menjadi alat Malik.
Senjata yang mereka gunakan ternyata bekas kepunyaan KNIL. Daerah
kekuasaannya ialah daerah segitiga : Gempol - Bangil - Pandaan, dan daerah
Kabupaten seluruhnya masuk daerah operasinya. Berkat adanya kerja sama Pamong
Praja, Polisi dan Tentara, maka kira-kira dalam pertengahan bulan Mei 1951,
kekacauan mulai dapat diredakan, Malik tertangkap di daerah Bangil pada
tanggal 12 Mei 1951. Operasi-operasi dimana-mana dijalankan
terus, dan baru pada permulaan Agustus 1951 keadaaan di daerah Delta Brantas
dapat dikatakan aman dan terkendali. Pemerintahan lambat laun berjalan lancar
kembali sampai ke pelosok-pelosok desa. Akhirnya sebagai kelengkapan dari
cuplikan baru sejarah Kabupaten Sidoarjo dan untuk diketahui oleh masyarakat,
maka perlu kami kutipkan nama-nama para Bupati Sidoarjo sejak pertama hingga
sekarang .
sumber: http://sidoarjokab.go.id
|
Komentar
Posting Komentar